Plus Minus Sistem Pemilu Proporsional Terbuka dan Tertutup

 

ABNEWS – Polemik tentang wacana Pemilu 2024 diselenggarakan dengan sistem proporsional tertutup atau terbuka terus mengemuka setelah beberapa orang mengajukan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Komunitas (MK) dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022.

Sejumlah pihak hingga partai politik mendukung MK untuk menolak gugatan tersebut sehingga sistem pemilu mendatang tetap dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka dengan berbagai alasan. 

Di sisi lain, ada alasan logis yang membuat beberapa orang melayangkan gugatan ke MK untuk mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup. Salah satu alasannya adalah kader berkualitas tetapi tidak populer menjadi tersingkir dalam sistem pemilu proporsional terbuka alias kalah dari kader populer dan lebih memiliki kemampuan finansial.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafi’iyah Abdul Chair Ramadhan mengatakan, sistem proporsional terbuka sejalan dengan azas kebenaran dan keadilan. 

“Kebenaran dan keadilan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Perbuatan yang adil adalah suatu tindakan yang berdasar pada kebenaran,” ujar Abdul dalam keterangan resmi, Minggu (28/5/2023). 

Abdul menjelaskan, penerapan sistem proporsional terbuka bertujuan untuk menghindari kerugian dan mendahulukan kebaikan.

Lebih lanjut, Abdul menyampaikan, dilakukannya pemilu 2024 dengan sistem terbuka sejalan dengan unsur Islam, yakni memilih calon yang beriman dan bertakwa, jujur, terpercaya, aktif dan aspiratif, mempunyai kemampuan, serta memperjuangkan kepentingan umat Islam.

Di lain pihak, Politikus Nasdem I Gusti Putu Artha mengatakan, sistem proporsional terbuka suara terbanyak ingin memposisikan partai politik secara konsititusional sesuai amanat undang-undang dasar (UUD).

“Saya tidak membantah bahwa peserta Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi dan Kabapaten/Kota adalah partai politik. Namun mesti juga dicatat bahwa pasal 1 UUD (pasal paling utama dan awal) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat,” jelasnya.

Menurut Putu Artha, baik sistem proporsional terbuka dan tertutup sejatinya sama-sama konstitusional menurut UUD. Hanya saja, derajat konstitusionalitasnya yang berbeda.

“Sistem proporsional terbuka dan tertutup sama-sama konsitusional namun sistem proporsional terbuka memiliki bobot yang lebih tinggi,” jelasnya. 

Selain itu, sistem proporsional terbuka juga terbukti membangun tatanan proses kaderisasi politik yang mendorong lahirnya pemimpin lokal yang memiliki hubungan yang amat dekat dengan rakyat, selain kemampuan melayani aspirasi rakyat dan politik anggaran yang memihak rakyat.

Sistem pemilu proporsional terbuka juga dianggap memihak perempuan untuk terjun dan terlibat di dunia politik.

Sementara, politikus Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menilai penyerahan keputusan keterpilihan suara terbanyak dalam empat kali pemilu telah menampilkan banyak sisi gelap dari sistem proporsional terbuka.

Yusril menyampaikan bahwa sistem proporsional terbuka yang awalnya bertujuan menghilangkan jarak pemilih dan kandidat wakil rakyat, ternyata memunculkan jarak antara pemilih dan kandidat wakil rakyat yang melemahkan posisi partai politik.

Partai politik tidak lagi fokus mengejar fungsi asasinya sebagai sarana penyalur pendidikan dan partisipasi politik yang benar, melainkan hanya sekedar untuk mencari fokus kandidat-kandidat yang dapat menjadi magnet untuk meraih suara terbanyak.

“Kader-kader terbaik yang ideologis punya kapasitas untuk bekerja namun tidak begitu popular, perlahan-lahan tersingkir dari lingkaran partai dan digantikan oleh figur-figur terkenal yang nyatanya kadang-kadang belum tentu bisa bekerja dengan baik,” tegasnya dilansir dari laman MK, Rabu (8/4/2023).

Yusril menilai keterpilihan suara terbanyak yang diusung oleh sistem proporsional terbuka secara langsung telah mengubah medan permainan pemilu yang seharusnya menjadi medan pertarungan program gagasan atau ide menjadi pertarungan orang-orang terkenal dan berkemampuan finansial.

Andi Kristian selaku Tim Hukum Ihza & Ihza Law Firm Andi Krisitian menyebutkan PBB merupakan satu dari dua partai di parlemen yang mendukung sistem proporsional tertutup setelah PDI Perjuangan. PBB dalam sikapnya menyatakan melihat kondisi pemilihan umum sebelumnya, sistem proporsional tertutup dirasakan lebih membawa banyak manfaat, baik bagi partai maupun bagi pemilih.

“Seperti tadi dalam konpres Prof. Yusril menyebutkan sebenarnya pemilu dengan sistem proporsional tertutup dan terbuka itu adalah pilihan. Namun menurut hemat PBB, sistem proporsional tertutup lebih memberikan banyak manfaat,” ujarnya dilansir dari laman MK, Rabu (8/4/2023).

Menurutnya, anggapan bahwa sistem proporsional tertutup akan melanggengkan politik uang dalam pelaksanaan pemilu tidak sepenuhnya benar. Alasannya adalah banyak dari kader partai politik yang potensial, tetapi tidak memiliki modal, justru dapat menjadi wakil dari suatu partai politik. “Mekanismenya bukan seperti beli kucing dalam karung karena pemilih sejatinya tidak akan kebingungan dengan hanya mencoblos partai. Mekanisme ini telah ada sejak Pemilu 1955,” jelas Andi.

Diketahui, dalam sejarah pelaksanaan pemilu di Indonesia, sistem proporsional terbuka dan tertutup pernah diterapkan dalam pemilihan umum. Untuk saat ini, sistem pemilu di Indonesia menerapkan sistem proporsional terbuka, hal ini termuat dalam Pasal 168 UU No.7 Tahun 2017.

“Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.” bunyi Pasal 168 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2017.

Apa perbedaan sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup?

Berikut pengertian dan perbedaan sistem proporsional terbuka dan tertutup:

Sistem pemilu proporsional terbuka adalah sistem pemilihan umum di mana pemilih mencoblos partai politik ataupun calon bersangkutan. Dalam sistem ini pemilih dapat langsung memilih calon legislatif yang dikehendaki untuk dapat duduk menjadi anggota dewan. Secara singkat, sistem proporsional terbuka adalah sistem coblos caleg.

Sistem pemilu proporsional tertutup adalah sistem pemilihan umum di mana pemilih hanya mencoblos nama partai politik tertentu. Kemudian partai yang menentukan nama-nama yang duduk di menjadi anggota dewan. Secara singkat, sistem proporsional tertutup adalah sistem coblos gambar partai.

Dalam sejarah pemilihan umum di Indonesia, sistem proporsional terbuka dan tertutup pernah diterapkan. Penerapan sistem pemilu proporsional tertutup pernah diterapkan di Indonesia pada pemilu tahun 1955, pemilu orde baru (tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997), dan pemilu tahun 1999.

Barulah pada pemilu tahun 2004, Indonesia menerapkan sistem proporsional terbuka. Hal ini berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Sejak tahun 2004, sistem pemilu proporsional terbuka masih diterapkan sampai saat ini. Penerapan sistem proporsional terbuka di Indonesia yakni pada pemilu 2004, pemilu 2009, pemilu 2015, dan pemilu 2019. (*)

 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Comments are closed.