Oleh Mirwan Karim
Belakangan ini kerap muncul persoalan di tengah publik tentang ijazah siswa yang ditahan pihak sekolah saat musim kelulusan sekolah.
Penulis yang aktif di Komite Sekolah level Sekolah Menengah Pertama Se-Kota Bandarlampung menilai bahwa hal itu harus diperjelas dengan melihat dimana akar masalahnya. Sebab setiap sekolah ada komite dan kebijakan yang telah disepakati bersama.
Penting untuk diketahui, sebelum masuk ke sekolah yang dituju, apakah siswa itu dalam kategori miskin? Jika iya, harus ditandai adanya surat dari kelurahan. Juga apakah ada surat pernyataan bahwa tidak sanggup membayar saat rapat paripurna komite?
Hal tersebut penting untuk diketahui sehingga jangan sampai kekeliruan itu dibebankan kepada pihak sekolah tempat siswa mengenyam pendidikan.
Jika syarat diatas yang sudah dijelaskan tadi telah terpenuhi, namun pihak sekolah masih menahan ijazah siswa maka pihak orang tua siswa bisa melapor kepada komitenya atau bisa juga ke Komisi DPRD yang menangani bidang pendidikan.
Karena merujuk mekanisme sumbangan komite sesuai dengan Permendikbud No. 75 tahun 2016, hal itu sifatnya sukarela. Memang ada dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Kendati tanpa dana komite proses belajar mengajar bisa di laksanakan meski apa adanya. Sekedar gambaran, mungkin saja biaya listrik melonjak, dan perbaikan fasilitas tertentu bagi siswa. Belum lagi menambah honor guru, pegawai dan lain sebagainya. Tentu butuh dana tambahan.
Nah, ketika wali murid rapat bersama komite dengan pihak sekolah tentu diminta persetujuan dengan tambahan anggaran dari sumbangan komite yang sifatnya sukarela. Yang tidak mampu tidak perlu membayar dengan syarat adanya surat miskin dari kelurahan.
Persoalannya, bisa saja yang mampu dan telah menyanggupi tiba-tiba di tengah jalan atau dalam perjalannnya orang tua siswa mengalami kebangkrutan atau pailit sehingga tidak mampu membayar uang komite. Sehingga mau tak mau perlu memenuhi syarat tadi untuk diajukan kepada pihak sekolah.
Tetapi kalau mampu dan bersedia membayar, tentu harus bayar. Jadi dalam konteks ini orang tua siswa juga harus memiliki komitmen bersama, jangan sampai tidak membayar lantas tetap merasa selalu benar, misalnya.
Apalagi jika dalam musyawarah komite masing-masing telah menyepakati namun dalam prakteknya saat ditagih selalu menolak atau tidak pernah membayar. Belum lagi, misalnya, saat pengumuman kelulusan justru tidak mau bayar sama sekali. Ada kemungkinan beralasan, toh anaknya sudah lulus sehingga tidak perlu membayar, lalu pihak sekolah yang disalahkan.
Jadi kesimpulan penulis terkait permasalah di atas, jika orang tua siswa tidak mampu membayar seyogyanya ikuti mekanisme kesepakatan melalui syarat yang telah ditentukan, yakni mengantongi surat miskin. Selain itu, komite juga akan melakukan survey apakah benar miskin atau tidak.
Karena fenomena seperti ini kerap terjadi dan muncul jika telah musim kelulusan. Bahkan alih-alih pihak sekolah yang selalu disalahkan dan dipaksa harus menyerahkan ijazah sementara kewajiban atas kesepakatan bersama komite terabaikan. (*)
Pemerhati Pendidikan Kota Bandarlampung
Related Posts
Bulan Ramadhan Dengan Tadarus Al Qur’an Sampai Khataman di MTSN 1 Bandar Lampung
Rita Susanti Dinyatakan Lulus dan Berhak Menyandang Gelar Doktor Ilmu Hukum
TRANSFORMASI LITERASI DALAM MERDEKA BELAJAR : GURU MENULIS SEJARAH TERLUKIS
In House Training (IHT) Sekolah Penggerak Di SMPN 38 Bandar Lampung
Usai Diperiksa KPK, Kadinkes Reihana Bungkam
No Responses