Masyarakat Bisa Berpartisipasi Memantau LHKPN Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif

 

ABNEWS – Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) elektronik dapat diakses masyarakat melalui portal resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) https://elhkpn.kpk.go.id.

Sehingga setiap Warga Negara Indonesia (WNI) diharapkan dapat berpartisipasi dalam memantau kondisi LHKPN penyelenggara negara baik yang ada di legislatif, eksekutif, yudikatif, atau pejabat lainnya yang memiliki fungsi dan tugas pokok berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebagaimana Peraturan KPK No. 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan KPK No. 7 Tahun 2016 mengenai Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, setiap penyelenggara negara wajib menyampaikan harta benda bergerak, tidak bergerak, berwujud, maupun tidak berwujud, termasuk hak dan kewajiban lainnya yang dapat dinilai dengan uang, sebelum dan selama memangku jabatan.

Pada Pasal 4 dalam beleid tersebut, dijelaskan bahwa LHKPN dilaporkan ke KPK pada saat:

1. Pengangkatan saat pertama kali menjabat.

2. Berakhirnya masa jabatan atau memasuki waktu pensiun.

3. Pengangkatan kembali setelah masa jabatan berakhir atau pensiun.

4. Masih menjabat.

LHKPN harus diberikan ke KPK secara periodik setiap satu tahun sekali atas harta kekayaan per 31 Desember, paling lambat 31 Maret tahun berikutnya bagi pejabat yang masih memiliki jabatan. Sedangkan bagi pejabat penyelenggara negara yang pertama kali diangkat, berakhir masa jabatan atau pensiun, maupun diangkat kembali disampaikan dalam jangka waktu paling lambat tiga bulan.

Mengacu pada Pasal 21 dalam beleid yang sama, penyelenggara atau pejabat negara akan diganjar sanksi apabila:

1. Tidak melaporkan LHKPN atau tidak memenuhi kewajiban sesuai Peraturan KPK No. 2 Tahun 2020. Maka KPK akan mengirimkan rekomendasi kepada atasan langsung atau pimpinan lembaga tempat yang bersangkutan berdinas untuk melayangkan sanksi administratif sesuai ketentuan.

2. Pemberian sanksi sesuai perundang-undangan jika memberi keterangan harta kekayaan tidak benar.

Misalnya, kebijakan yang berlaku di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No. 84/KMK.01.2021 pada bagian kesembilan disebutkan bahwa PNS yang tidak menyampaikan LHKPN akan dijatuhi hukuman disiplin ringan. 

Hukumannya, yaitu teguran lisan, peringatan tertulis, hingga pernyataan tidak puas secara tertulis.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga diharuskan untuk melaporkan LHKPN berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 94 Tahun 2021 yang diteken Presiden Joko Widodo pada Selasa, 31 Agustus 2021. PNS yang wajib menyampaikan harta kekayaan dengan jabatan fungsional dan pegawai lain yang diminta melaporkan.

Bagi PNS yang melanggar aturan disiplin tersebut akan mendapatkan sanksi berupa:

1. Hukuman Disiplin Sedang

– Pemotongan tunjangan kinerja (tukin) sebesar 25 persen selama 6 bulan.

a. Pemotongan tukin PNS sebesar 25 persen dalam kurun waktu 9 bulan.

b. Pemotongan tukin sebesar 25 persen selama 12 bulan.

2. Hukuman Disiplin Berat

a. Penurunan jabatan satu tingkat lebih rendah selama 12 bulan.

b. Pembebasan dari jabatan menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan.

c. Sanksi tak lapor LHKPN, yaitu pemberhentian dengan hormat sebagai PNS bukan karena permintaan sendiri.

Sebelumnya, dikutip dari Antara, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari mengatakan bahwa bakal calon anggota legislatif (caleg) yang terpilih dalam kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2023 wajib menyampaikan LHKPN. 

Hal tersebut, menurutnya, dianggap sesuai dengan instruksi Ketua KPK Firli Bahuri.

Diketahui, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menandatangani surat pada 16 Mei 2023. Surat itu bernomor B/2610/LHK.00.00/01-12/05/2023 yang ditujukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Melalui surat tersebut KPK meminta KPU untuk menerapkan syarat pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bagi calon legislatif (Caleg) terpilih.

“Kami meminta KPU agar mewajibkan Calon Anggota Legislatif terpilih untuk melaporkan hartanya kepada KPK dan menjadikan Tanda Terima LHKPN sebagai salah satu syarat pelantikan,” demikian bunyi surat yang ditandatangani Firli, Rabu (24/5/2023).

Menurutnya, pelaporan ini dalam rangka mempertahankan upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Pelaporan itu juga telah diatur dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.

Firli mengimbau, proses pendaftaran dan pengisian LHKPN secara online melalui https://elhkpn.kpk.go.id.

Proses pengisian itu pun dapat dilakukan setelah Daftar Calon Tetap (DCT) diterbitkan oleh KPU.

Sebelumnya, beberapa waktu lalu, Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan 95 persen laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang diserahkan para pejabat tidak akurat. Firli juga menyebut masih banyak pejabat negara yang menyembunyikan harta kekayaannya.

“Ketidakpatuhan baru satu masalah. KPK juga sudah mengungkapkan 95% data LHKPN tidak akurat. Banyak penyelenggara negara tidak jujur melaporkan harta kekayaan mereka. Mulai tanah, bangunan, rekening bank, sampai investasi lain, ada saja yang mereka sembunyikan,” ungkap Firli.

Bahkan dikatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka dari laporan LHKPN jika ditemukan dugaan tindak pidana, seperti mantan Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono, yang berawal dari proses klarifikasi LHKPN.

Hal tersebut diungkapkan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina, seperti dikutip Kompas TV, Kamis (18/5/2023).

“Jadi, tidak hanya klarifikasi, tapi kalau ditemukan pelaporan atau kepemilikan harta yang tidak wajar dan ada dugaan tindak pidana kemudian bisa ditingkatkan ke proses penyelidikan dan penyidikan,” ungkap Almas.

Menurut Almas Sjafrina sudah ada beberapa contoh kasus penetapan tersangka kasus korupsi yang diawali proses klarifikasi LHKPN yang dinilai tidak wajar oleh KPK.

“Karena ada flexing (pamer harta), kemudian (Andhi Pramono) dipanggil oleh KPK dan dilakukan klarifikasi, kemudian ditingkatkan ke proses proses penyelidikan dan penyidikan,” jelas Almas.

Bahkan, lanjut Almas, KPK dalam menetapkan status seseorang tentu berdasarkan hasil pemeriksaan dan fakta yang kuat. Karena itu peran serta dan partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk turut ambil bagian dalam memantau LHKPN guna mewujudkan Indonesia bebas dari korupsi. (*)

 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Comments are closed.