
ABNEWS – Kejaksaan Agung dinilai telah berpengalaman mengelola aset dari kasus korupsi yang merugikan negara triliunan rupiah. Sehingga kewenangan yang diberikan kepada Kejaksaan Agung untuk menelusuri sekaligus nantinya mengelola aset pelaku tindak pidana korupsi dinilai Komisi Kejaksaan telah sesuai dengan tugas kejaksaan selama ini.
Demikian diungkapkan Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak, Senin (8/5/2023).
Barita menilai, pemberian wewenang kepada Kejagung untuk mengelola aset tindak pidana yang telah disita penyidik sudah sejalan dengan tugas pokok kejaksaan selama ini, yakni wewenang penyidikan, penuntutan, sampai eksekusi.
Kewenangan yang bersifat menyeluruh tersebut memungkinkan kejaksaan untuk melakukan penelusuran tentang asal mula aset hingga akhir, termasuk pelakunya.
Dalam Pasal 8 draf RUU Perampasan Aset disebutkan, penelusuran atas aset yang dapat dirampas dapat dilakukan oleh penyidik dari Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan penyidik pegawai negeri sipil.
Sementara Pasal 17 mengatur norma kewenangan Jaksa Agung untuk menerima aset tindak pidana yang telah disita oleh penyidik beserta dokumen pendukungnya.
Menurut Barita, tugas tersebut sejalan dengan tugas yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Pada Pasal 30A disebutkan bahwa kejaksaan berwenang melakukan kegiatan penelusuran, perampasan, dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak.
Demikian pula instrumen untuk melaksanakan tugas pengelolaan aset juga sudah disiapkan. Lembaga Pusat Pemulihan Aset (PPA) yang selama ini hanya ada di tingkat pusat akan dikembangkan dan dipimpin pejabat eselon satu.
“Karena perampasan aset itu tentang kepemilikan yang bisa jadi berpindah tangan karena itu penelusurannya jangan sampai terputus. Yang bisa menyambungkan tugas-tugas itu adalah kejaksaan,” terang Barita.
Di sisi lain, kata Barita, selama ini Kejagung telah memiliki pengalaman menangani kasus korupsi dengan kerugian negara triliunan rupiah, antara lain kasus Asuransi Jiwasraya, kasus Asabri, serta kasus PT Duta Palma Group. Di dalam kasus dengan kerugian keuangan negara triliunan rupiah tersebut.kejaksaan juga menyita dan merampas berbagai aset yang kemudian dikelola oleh Kejagung.
Padahal, penyitaan dan perampasan aset tersebut dilakukan Kejagung hanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada saat ini. Jika nantinya RUU Perampasan Aset berlaku, bukan tidak mungkin Kejagung akan dapat menelusuri aset hasil tindak pidana yang disembunyikan berlapis-lapis.
”Kejaksaan ikut menginisiasi UU Perampasan Aset ini bisa cepat lahir karena untuk mengejar aset hasil kejahatan memerlukan instrumen hukum yang kuat. Aset di lapisan pertama dan kedua masih bisa ditembus tapi sulit kalau sudah berlapis-lapis. Maka, UU Perampasan Aset itu bisa menjadi senjata ampuh untuk menjangkaunya,” kata Barita. (*)
Related Posts
Munas VII IKA PMII Jadi Ajang Konsolidasi dan Silaturahmi Alumni
Puslatpurmar-8 Teluk Ratai Gelar Pembinaan Character Building Pelajar SMKK BPK Penabur Lampung
Kakor Lantas Polri Tinjau Kesiapan Operasi Ketupat Krakatau 2025 di Pelabuhan Bakauheni
Munas Forkonas PP DOB Lanjutkan Upaya Pemekaran Wilayah Setelah 10 Tahun Moratorium
Wali Kota Bandar Lampung Terpilih Eva Dwiana jalani Gladi Bersih di Monas
No Responses