Makelar Kasus BTS Mengemuka Terkait Pengembalian Dana Rp27 Miliar

 

ABNEWS – Indikasi adanya makelar kasus (markus) muncul di tengah perkara dugaan korupsi proyek penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastuktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tahun 2020-2022 kembali mengemuka dan menjadi sorotan publik terkait adanya pengembalian dana Rp27 Miliar.

Diketahui sebelumnya, dalam kasus yang diusut Kejaksaan Agung (Kejagung) itu, setidaknya ada enam orang yang kini menjadi terdakwa dan sedang menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Salah seorang terdakwa dalam kasus ini, Irwan Hermawan sempat mengungkapkan adanya pemberian uang sebesar Rp 27 miliar kepada seseorang yang disebut sebagai pihak “Z” dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

Berdasarkan pengakuan Irwan, pemberian uang tersebut terjadi ketika perkara BTS 4G tengah diselidiki dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy itu belum menjadi tersangka.

Kuasa Hukum Irwan Hermawan, Maqdir Ismail mengatakan, ada pihak yang mengaku dekat dengan seorang menteri dan aparat penegak hukum. Ooknum tersebut disebut bisa membantu agar perkara yang ditangani Kejagung itu tidak meluas.

Namun, Maqdir juga tidak mengungkap secara lugas siapa pihak yang dimaksud. Termasuk, menteri siapa yang dimaksud dengan pihak tersebut.

“Sesudah proyek mulai jalan, ada sejumlah uang yang diterima kemudian oleh Irwan itu diserahkan kepada beberapa orang termasuk staf Pak Menteri,” kata Maqdir saat ditemui usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (4/7/2023).

“Ada juga sejumlah uang yang diserahkan kepada pihak tertentu, saya masih belum berani untuk mengatakannya secara tegas, tetapi ini juga adalah upaya untuk mencegah agar hal-hal yang berhubungan dengan proyek ini tidak menjadi masalah besar dan meluas,” ujarnya lagi.

Maqdir mengatakan, pihak-pihak yang sebelumnya meminta uang itu juga sempat menjanjikan bahwa perkara ini tidak akan dilanjutkan Kejagung.

“Kalau saya tidak keliru sejak November atau Oktober 2022 orang-orang ini meminta sejumlah uang untuk mengurus proses perkara sehingga tidak akan dilanjutkan menjadi perkara,” kata Maqdir.

Kendati demikian, Maqdir mengungkap bahwa ada pihak yang mengembalikan uang Rp 27 miliar ke kantornya pada Selasa pagi.

Uang puluhan miliar yang diterima dari pihak swasta itu pun langsung diserahkan kepada Kejaksaan Agung.

“Sudah ada yang menyerahkan kepada kami, uang cash, mata uang asing, dollar Amerika Serikat,” ujar Maqdir.

Terhadap pengembalian ini, Maqdir meminta agar persoalan adanya dugaan peredaran uang dalam proses penanganan perkara ini dapat diusut Kejagung.

Dia menilai, Kejagung sebagai pihak yang mengusut perkara kliennya memiliki tanggung jawab untuk mengungkap dugaan adanya pihak yang mengklaim dapat mengurus perkara tersebut.

“Saya kira serahkan ke pihak Kejaksaan saja lah. Tetapi bahwa ini sudah terbuka paling tidak dalam pemberitaan ada uang gelap yang beredar dan uang gelap ini berhubungan dengan proses di Kejaksaan Agung,” kata Maqdir.

“Saya kira itu jadi tanggung jawab moral mereka untuk membuka,” ujarnya lagi.

Selain itu, dia pun tidak dapat memastikan apakah sosok tersebut bakal diungkap oleh kliennya dalam proses persidangan.

“Itulah dia yang selama ini menjadi masalah. dia (Irwan) punya ketakutan (membongkar makelar kasus tersebut),” kata Maqdir.

Sebelumnya, Kejagung juga telah mendalami aliran uang dalam kasus korupsi BTS 4G melalui pemeriksaan Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo pada Senin (3/7/2023).

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung I Ketut Sumedana mengatakan, aliran uang yang mencatut nama Dito di BAP para saksi menjadi bagian dalam pemeriksaan.

Usai melakukan pemeriksaan, Kejagung menyatakan bahwa dugaan aliran dana kepada Dito Ariotedjo tidak ada kaitannya dengan korupsi BTS 4G.

“Terkait dengan materi pertanyaan tentu saja, tidak bisa kami sampaikan di sini. Namun yang jelas, peristiwa tersebut kalau toh benar adanya nanti, itu di luar tempus peristiwa pidana BTS. Jadi tolong dibedakan,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi, Senin siang.

Diketahui, pemanggilan Dito Ariotedjo tersebut diduga terkait dengan keterangan Irwan Hermawan.

Irwan juga menyebut secara gamblang dugaan adanya aliran uang dari proyek tersebut ke beberapa pihak, termasuk Dito.

Menurut keterangan Irwan di berita acara pemeriksaan, terdapat aliran dana kepada Dito Ariotedjo antara November-Desember 2022, dengan total Rp 27 miliar.

Didakwa rugikan negara dan cuci uangd alam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa Irwan Hermawan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 8,032 triliun. Secara pribadi, PT Solitech Media Sinergy diduga menerima uang senilai Rp 119.000.000.000.

Jaksa menyebutkan, tindakan Irwan yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 8.032 triliun itu dilakukan bersama dengan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali.

Kemudian, mantan Menteri Komunikasi dan Informatikan (Menkominfo) Johnny G Plate; Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif; dan Tenaga Ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia Tahun 2020, Yohan Suryanto.

Atas perbuatannya, para terdakwa disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain Irwan Hermawan, Galumbang dan Anang juga didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Ditengarai nama Dito Ariotedjo mulai terseret dan disebut-sebut dalam transaksi itu sebelum Dito menjabat Menpora. Melainkan ketika Dito menjadi staf Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Airlangga Hartarto merupakan Ketua Umum Partai Golkar, sementara Dito adalah Ketua Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) yang merupakan organisasi sayap Golkar.

Berangkat dari hal itu, nama Airlangga pun mulai mengemuka terkait dugaan aliran dana kasus BTS.

Terkait uang Rp 27 miliar, Dito sudah membantahnya. Ia pun menyatakan tidak mengenal para pihak yang jadi tersangka dalam kasus tersebut. Sementara Airlangga Hartarto belum berkomentar perihal aliran uang tersebut.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono menegaskan bahwa terseretnya nama Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) yang juga merupakan kader Golkar, Dito Ariitedjo terkait dugaan aliran dana kasus korupsi BTS Kominfo, menurutnya sudah diklarifikasi Senin (3/7/2023) kemarin.

“Kan sudah diklarifikasi, bahwa tidak ada dana yang mengalir ke Mas Dito, jadi apalagi yang mau di telisik?” kata Dave seperti dikutip inilah.com, Selasa (4/7/2023).

Meski begitu, belakangan diketahui bahwa dugaan transaksi itu terjadi saat Dito belum menjabat sebagai Menpora, melainkan sebagai staf Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Sehingga pengusutan dugaan aliran dana itu turut menyeret nama Ketum Partai Golkar. Namun Dave dengan tegas membantah hal ini.

“Tidak ada itu, semua itu hanya tuduhan-tuduhan belaka, yang hanya tidak ada buktinya,” tegas anggota Komisi I DPR ini.

Berikut rincian uang yang disebar oleh Irwan Hermawan, Komisaris PT Solitech Media Sinergy. Irwan mengaku ke penyidik memberikan Rp 27 miliar kepada Dito pada November-Desember 2022 untuk meredam pengusutan perkara proyek ini oleh Kejaksaan Agung. Hal itu atas arahan terdakwa lain Anang Latif selaku Direktur Utama BAKTI:

1. April 2021-Oktober 2022, kepada Staf Menteri Rp 10 miliar.

2. Desember 2021, kepada Anang Latif Rp 3 miliar

3. Pertengahan 2022, kepada POKJA, Feriandi dan Elvano Rp 2,3 miliar

4. Maret dan Agustus 2022, kepada Latifah Hanum Rp 1,7 miliar

5. Desember 2021 dan pertengahan 2022, kepada Nistra Rp 70 miliar

6. Pertengahan 2022, kepada Erry (Pertamina) Rp 10 miliar

7. Agustus-Oktober 2022, kepada Windu dan Setyo Rp 75 miliar

8. Agustus 2022, kepada Edwar Hutahaean Rp 15 miliar

9. November-Desember 2022, kepada Dito Ariotedjo Rp 27 miliar

10. Juni-Oktober 2022, kepada Walbertus Wisang Rp 4 miliar

11. Pertengahan 2022, kepada Sadikin Rp 40 miliar.  

(***)

 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses