Denny Indrayana Bakal Diperiksa Bareskrim Polri

 

ABNEWS – Mantan Wamenkumham era SBY Denny Indrayana bakal dipanggil dan diperiksa Bareskrim Polri terkait laporan dugaan kebocoran putusan uji materi Sistem Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Kabareskrim Polri Komjend Pol Agus Andrianto saat ini laporan masyarakat terkait dugaan tindak pidana berita bohong dan pembocoran rahasia negara dengan terlapor pemilik akun Twitter @dennyindrayana sedang diteliti.

Menurut Kabareskrim dalam proses penelitian, penyidik pastinya akan memanggil ahli dan pemilik akun Twitter tersebut. 

Pemanggilan ahli ini untuk mengetahui apakah kicauan terkait dugaan kebocoran putusan MK menimbulkan keonaran atau tidak. 

Sedangkan pemanggilan pemilik akun Twitter dipanggil untuk dimintai klarifikasi atas tulisannya di media sosial yang kini mendapat sorotan. 

“Pada saatnya (Denny Indrayana) akan diperiksa,” ujar Agus, usai rilis kasus pabrik ekstasi di Tangerang, Banten, Jumat (2/6/2023).

Agus menambahkan dalam proses pendalaman laporan kepolisian bersikap proporsional. Ia juga menegaskan tidak akan mengaitkan laporan masyarakat tersebut dengan situasi saat ini. 

Jika dari keterangan ahli kicauan dari akun Twitter @dennyindrayana menimbulkan kegaduhan dan ada unsur pidana, maka yang bersangkutan perlu dimintai pertanggungjawaban.

Sementara itu, sebelumnya Denny Indrayana disebut besar kemungkinan bisa dijerat pidana sampai dengan 10 tahun penjara jika Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya tidak memutuskan sistem proporsional tertutup.

Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang pemberitahuan bohong yang dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.

Itu bisa terjadi jika kemudian MK ternyata tidak membuat putusan mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.

Demikian disampaikan Presiden Kongres Pemuda Indonesia (KPI), Pitra Romadoni Nasution, dalam keterangannya, Selasa (30/5/2023).

“Apabila mahkamah konstitusi tidak memutuskan proporsional tertutup. Hukumannya penjara paling lama sepuluh tahun,” kata Pitra Romadoni.

Pitra yang merupakan seorang advokat ini juga mempertanyakan kehormatan dan kredibilitas Mahkamah Konstitusi (MK).

Karena itu hakim MK yang mengadili sengketa sistem pemilu proporsional tertutup itu harus segera dimintai keterangan.

“Apabila terbukti ada keterlibatan para hakim MK, KPI menyarankan untuk mencopot para hakim konstitusi tersebut,” ujarnya.

Selain itu, Pitra meminta Polri segera memanggil Denny Indrayana terkait informasi yang disampaikannya kepada publik.

“Kami meminta Polri segera menindak lanjuti hal itu agar tidak menjadi keonaran di kalangan rakyat yang dapat mengganggu ketertiban umum dengan isu dan kabar yang tidak pasti,” tegasnya.

Sementara, Denny Indrayana membantah dirinya telah membocorkan rahasia negara terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilu tertutup.

Dalam keterangannya sebagaimana dikutip banyak media, ia mempersilahkan semua pihak mencermati setiap kalimat yang ia ucapkan.

Dia juga mengklarifikasi bahwa informasi putusan MK terkait sistem pemilu itu bukan didapat dari lingkungan MK.

Karena itu, dirinya memilih frase ‘mendapat informasi’ bukan ‘mendapat bocoran’.

Selain itu dirinya juga menuliskan ‘MK akan putuskan’ yang berarti belum diputuskan oleh MK.

“Tidak ada pula putusan MK yang bocor karena memang belum ada putusannya,” jelasnya, Selasa (30/5/2023).

Dalam pernyataannya, Denny juga tidak memilih istilah ‘informasi A1’ sebagaimana cuitan Menko Polhukam Mahfud MD.

Akan tetapi ia menyatakan bahwa informasi itu ia dapat dari ‘orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya’.

Karena itu ia meyakini bahwa informasi yang ia terima itu sangat kredibel dan patut dipercaya.

Atas alasan itu pula dirinya memutuskan menyebarluaskan informasi yang ia dapat itu kepada masyarakat sebagai bentuk pengawasan publik.

Tujuannya, agar MK berhati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategis tersebut.

“Ingat, putusan MK bersifat langsung mengikat dan tidak ada upaya hukum lain sama sekali,” lanjutnya.

Menurut Denny perlu dilakukan upaya pencegahan sebelum MK membuat putusan yang salah.

“Karena itu ruang untuk menjaga MK agar memutus dengan cermat, tepat dan bijak, hanya bisa dilakukan sebelum putusan dibacakan,” jelasnya.

Sementara banyak kalangan menilai, pernyataan Denny Indrayana justru membentuk opini yang memiliki motif dan tujuan tertentu terkait sistem pemilu 2024. (*)

 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Comments are closed.